Selamat Datang di Blog Unifam Strawberry, Jika anda ingin berkonsultasi seputar budi daya stroberi silahkan menghubungi kami. Dengan senang hati akan kami bantu. Trima kasih

Friday, January 28, 2005

Tamasya Stroberi ala LembangPetani Sayur Rancabali dan Tren "Stroberi Petik Sendiri" Tawangmangu Beralih ke Tanaman Stroberi

Rancabali dan Tren "Stroberi Petik Sendiri"
AGUS (bukan agus yg punya blogger ini lho ini kisah sama dengan saya agus candra penjual stroberi)
duduk di bawah plang putih bertuliskan "Jual Bibit dan Stroberi Petik Sendiri". Ia terlihat santai, tetapi waspada mengamati setiap mobil yang memperlambat lajunya. Begitu ada mobil yang melaju pelan, ia langsung beranjak mendekati. "Pak, mau stroberi petik sendiri?" tanyanya.
DENGAN sigap, mulutnya nyerocos. "Kalau ingin yang segar-segar, coba stroberi petik sendiri. Mau pilih yang besar dan merah sambil menikmati udara sejuk Rancabali? Ayo, kebun milik Kurnia," katanya.
Kecamatan Rancabali, yang masih termasuk Kabupaten Bandung, terletak di wilayah pegunungan sebelah selatan Kota Bandung, Jawa Barat. Lokasinya tidak jauh dari Kecamatan Ciwidey, yang terkenal dengan perkebunan tehnya.
Kalau Rancabali sebelumnya lebih dikenal sebagai kawasan kebun teh, kini warga setempat punya mata pencaharian baru, yaitu stroberi. Kendati masih terbilang baru, paling tidak sudah 500 petani beralih dari usaha sayur-mayur ke stroberi.
Selain menjual buahnya, sebagian warga kemudian berinisiatif berbisnis strawberry walk. Sama dengan tea walk, wisatawan domestik dapat berjalan-jalan di kebun-kebun stroberi. Hanya bedanya, mereka dapat langsung menikmati kesegaran buah yang dipetik dari pohon.
STROBERI yang bukan tanaman asli Indonesia itu dipercaya berasal dari Amerika Serikat. Baru pada pertengahan tahun 1990-an, stroberi dikenal masyarakat Rancabali. Kemudian, mulai merambah ke Ciwidey yang secara geografis letaknya lebih rendah daripada Rancabali.
Sekitar tahun 1995, seorang petani diketahui membeli bibit stroberi dari luar negeri dan mencoba menanamnya di Rancabali. Kenapa di sana? Karena udaranya yang dingin menyerupai habitat asli stroberi.
Namun, baru dua tahun kemudian, yaitu tahun 1997, stroberi menjadi tanaman yang umum ditemui di halaman rumah penduduk. Menyadari potensinya, pada tahun 1999 masyarakat mulai menanam stroberi dalam skala besar. "Ketika itu, momennya pas dengan jatuhnya harga sayur sehingga petani mulai cari alternatif lain yang lebih menjanjikan," kata Tachro, seorang penyuluh dari Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, di Soreang.
Hanya saja, ketika itu, pemasaran buah berwarna merah berbintik putih itu masih sulit. Karena mudah busuk, pemasarannya tidaklah jauh, baru seputar Bandung. Sekitar tahun 2000, pasar stroberi mulai merambah ke luar Bandung, yaitu ke Jakarta. Menyusul perbaikan di segi pengumpulan, pengemasan, dan pemasaran, terjadi booming stroberi pada tahun 2001.
Tiga tahun berselang, tahun 2004, kebun stroberi mendominasi pertanian di dua kecamatan yang letaknya tak jauh dari Gunung Patuha itu. Ciwidey dan Rancabali yang dulu dikenal dengan kebun tehnya, sekarang dengan kebun stroberi.
Dari lima jenis dan 19 varietas stroberi yang telah dikenal di dunia, manakah yang dikenal warga Rancabali dan Ciwidey? Jenis stroberi yang banyak ditanam penduduk adalah Fragaria nilgerrensis. Tetapi, oleh warga lebih sering disebut stroberi Nyoho. Selain itu, dikenal pula stroberi California (Fragaria vesca), Holland, dan Ananassa (Fragaria ananassa).
Menurut beberapa petani, kultivar-kultivar itu dapat dibedakan dari bentuk buahnya. Buah stroberi Nyoho dan Ananassa agak mengerucut (konikal), sementara California dan Holland agak membulat (globosa). Kesamaannya, petani dapat memanen buah stroberi tiga hingga empat kali seminggu.
Tidak hanya kesegarannya, stroberi menggiurkan karena mengandung banyak nutrisi, seperti kalium, zat besi, dan vitamin C. Karena rendah kalori, jus stroberi menjadi salah satu minuman yang digemari masyarakat Bandung dan Jakarta.
SEOLAH menjadi tren, plang-plang bertuliskan "Stroberi Petik Sendiri" banyak dijumpai di sepanjang jalan Kampung Warungpalu, Desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali. Dengan harga Rp 35.000 per kilogram, pengunjung bebas memilih dan memetik buah stroberi langsung dari dahan-dahan tanaman.
Stroberi warga biasanya ditanam di karung-karung. Karung bekas tempat beras itu diisi tanah lebih kurang seberat 40 kilogram, kemudian dipadatkan dengan ketinggian sekitar 50 sentimeter.
Hampir tidak ada yang menanam stroberi langsung di tanah (sistem mulsa). Kendati ada, itu pun berada dalam rumah kaca (green house), seperti yang dilakukan Doddy Abdurrahman dari Kelompok Mitra Tani.
Pada tiap karung, petani menanam empat bibit stroberi. Dengan ketinggian setengah meter itu, buah yang dihasilkan akan menjuntai ke luar tatkala tiba waktu panen, namun tidak menyentuh tanah.
Rupanya, taktik menanam pada karung-karung dimaksudkan untuk mencegah pembusukan buah. Menurut beberapa petani, buah stroberi sangat mudah busuk bila bersentuhan dengan tanah lembap.
Dari sejumlah perkebunan stroberi yang berada tepat di tepi jalan Kampung Warungpalu, terdapat kebun milik Kurnia (29). Petani yang sebelumnya menanam seledri selama enam tahun itu mengaku mempunyai dua kebun stroberi. Total luas lahan yang disewanya mencapai 400 tombak atau sekitar setengah hektar.
Dengan ringan, ia menjelaskan alasan mengapa ia "hengkang" dari bisnis seledri. "Harga seledri enggak standar, Mbak. Lain stroberi, harganya standar di mana-mana, Rp 35.000 per kilo," kata Kurnia seraya tersenyum.
Menurutnya, dari 100 tombak, ia dapat memperoleh 60-70 kilogram stroberi sebulan. Apabila harga buah Rp 35.000 per kilogram, ia dapat mengantongi sekitar Rp 2,5 juta. Dengan luas kebun 400 tombak, pemasukannya mencapai empat kali lipat, atau Rp 10 juta!
Tak pelak, untung besar ada di depan mata. Dengan penghasilannya, Kurnia memperluas kebun wisata stroberinya. Kalau sebelumnya ia hanya menyewa lahan seluas 100 tombak, kini ia dapat menyewa lahan seluas 300 tombak. Dengan demikian, jumlah total karung tanaman stroberinya mencapai 1.000.
Kendati masih harus menyewa tanah, Kurnia mengaku, keuntungan yang diperolehnya masih cukup besar. "Nyewa tanah di sini mah murah, paling Rp 5 juta setahun. Saya masih bisa nyimpan," katanya.
Apabila ditinjau dari segi waktu, Kurnia termasuk petani stroberi yang sukses. Perintisan pertamanya baru dimulai awal tahun 2003, namun telah berkembang pesat pada akhir tahun yang sama. Itu berarti hanya butuh waktu sembilan bulan untuk melipatgandakan luas lahan dan keuntungan.
Walau sekilas buah stroberi yang ditanam Kurnia terlihat serupa, sebenarnya ada tiga macam. Ia menunjukkan kalau bibit stroberi Nyoho, yang paling banyak ditanam petani, berukuran lebih kecil daripada bibit stroberi Holland dan California.
Soal rasa, Kurnia mengatakan, stroberi California relatif lebih manis dibandingkan dengan stroberi Jepang. Namun, yang paling enak tetaplah stroberi Holland.
Walaupun bisnis agrowisata stroberi merupakan bisnis yang menjanjikan, toh tidak mudah melakoninya, khususnya di musim hujan ketika kondisi udara sangat lembap. Padahal buah stroberi mudah busuk.
Contohnya Deli, pengurus kebun stroberi yang tergabung dalam Mitra Tani yang beranggotakan sekitar 90 petani stroberi. Ia menyebutkan, penurunan produksi buah sebesar 60 persen saat musim hujan. Sebaliknya, saat musim kemarau tiba, produksi buah stroberi dari 1.000 karung bisa mencapai satu kuintal per minggu.
Memang, para petani tahu kalau stroberi tumbuh baik pada musim kemarau, yaitu ketika udara cukup kering. Dengan ketersediaan cahaya matahari yang cukup berlimpah, pertumbuhan daun lebih baik dan menghasilkan buah stroberi lebih manis dan berukuran besar. Namun, mereka tidak mungkin bertani sesuai musim karena "dapur harus terus mengepul".
Untuk itu, petani menempuh berbagai cara. Kebanyakan petani memasang atap transparan di atas kebun-kebun stroberi agar tidak langsung terkena kucuran hujan. Namun, Kurnia bertahan dengan kebun tanpa atap. Menurutnya, pertumbuhan stroberi kurang baik dengan naungan atap.
"Biasanya, daun stroberi yang ternaungi atap agak jelek. Kalau tidak pakai atap, daunnya lebih bagus dan lebar," kata Kurnia.
Namun, menurut Tachro, ada tidaknya atap tidak terlalu berpengaruh terhadap produktivitas buah saat musim hujan. "Produktivitas buah tetap turun drastis waktu musim hujan. Tak sedikit, penurunan bisa mencapai 90 persen," katanya.
Tanpa atap, bunga sulit berkembang baik karena terkena hujan. Sementara, dengan atap, kelembapan yang tinggi membuat stroberi lekas busuk.
Petani ternyata tidak hanya menghadapi kendala udara lembap. Petani masih harus dihadapkan dengan masalah hama daun, yaitu apid merah muda dan cendawan Verticillium. Mudah mengamati daun yang terkena hama karena warnanya berubah menjadi coklat kekuningan (nekrosis).
Untuk itu, Kurnia menyemprotkan obat antihama ke atas semua tanaman stroberinya. Biaya perawatan yang dikeluarkannya tak kecil. Sekitar Rp 450.000 tiap kali perawatan, dengan rincian Rp 250.000 untuk biaya tenaga kerja dan Rp 200.000 untuk obat-obatan.
Meskipun demikian, petani stroberi punya resep pestisida hayati tersendiri, yang disebut Formula Organik Plus. Dengan bahan, antara lain, berupa air seni kelinci, terasi, buah nanas muda, dan sabun colek, petani dapat mengatasi hama tanpa perlu mengeluarkan biaya banyak.(Kartika Simatupang)

1 comment:

  1. assalamualikum wr.wb
    mohon infonya pak tentang stroberi varietas california dan holand

    ReplyDelete