Selamat Datang di Blog Unifam Strawberry, Jika anda ingin berkonsultasi seputar budi daya stroberi silahkan menghubungi kami. Dengan senang hati akan kami bantu. Trima kasih

Tuesday, January 11, 2005

Cocok Dikembangkan di IndonesiaKetergantungan Serat Alam Hamburkan Devisa Negara
JAKARTA, (PR).-Staf Ahli Tim Terpadu Agro Industri Serat Rami Nasional Kementerian Koperasi dan UKM, Entjep Sukandar Antadiredja, menilai ketergantungan RI terhadap 100 persen impor serat alam terutama serat kapas yang mencapai rata-rata 700 ribu ton/tahun selama ini merupakan pemborosan bagi devisa negara.
"Untuk mengatasi hal tersebut, Indonesia harus mempunyai kemampuan dasar menghasilkan serat alam sendiri agar dapat mandiri dan kompetitif terutama di pasar dunia tekstil," jelas Entjep.
Hal itu dikatakannya di sela penyerahan seperangkat alat penyempurnaan pengolahan serat rami kepada Pemda Kab. Wonosobo Jawa Tengah, yang kemudian diserahkan kepada Kopserindo (Koperasi Pengembang Serat Alam Indonesia) oleh Menperindag Rini Soewandi, belum lama ini.
Disebutkan, penandatanganan MoU dengan enam perusahaan TPT (tekstil dan produk tekstil) pengolah dan pemakai serat rami dengan Kopserindo merupakan langkah awal positif dari segi perindustrian, terutama untuk menunjang Program Pengembangan Agroindustri Serat Rami Nasional.
"Diharapkan, untuk tahun 2004 Kopserindo telah memiliki penyempurnaan peralatan pengolahan serat ke arah serat panjang rami halus (rami top) dan pemintalan serat panjang, khususnya untuk serat rami yang belum kita miliki," papar Entjep.
Diakui, upaya tersebut sangat penting untuk menunjang ketinggalan Indonesia dalam pengembangan serat rami dunia agar sejajar dengan negara lain yang lebih maju dalam pengembangan komoditi tersebut, seperti Cina, Brasil, Filipina, dsb. Hal ini seiring pula meningkatnya permintaan serat alam oleh masyarakat dunia (back to nature).
Meski demikian, tambah Entjep, Program Pengembangan Agro Industri Serat Rami di Indonesia, semata-mata jangan selalu dikaitkan dan dibandingkan dengan pengembangan serat kapas dunia karena masing-masing mempunyai karakteristik tersendiri, dengan kelebihan dan kekurangannya. "Akibatnya, akan membingungkan dunia TPT dan kelompok tani atau UKM di Indonesia," tambahnya.
Cocok dikembangkan
Berdasarkan riset dan penelitian, Budi Daya Agro Industri Serat Rami dinilai paling cocok secara massal untuk dikembangkan di Indonesia, dengan jumlah panen produksi 5 sampai 6 kali pertahun. Maka tidak salah bila Indonesia secara bertahap melangkah ke arah pengembangan serat tersebut dengan berbagai risiko yang ada. "Kiranya, 1.000 ha cukup untuk pendirian 30 ribu mata pintal serat panjang," ungkap Entjep.
Begitu pula dengan keberadaan Kopserindo misalnya, yang didorong untuk menghasilkan serat rami pendek siap pintal (taple fiber) sebanyak 10 ton perbulan. Dengan luas areal yang ada sampai saat ini di Wonosobo sekira 100 ha, dan terus berkembang dengan sasaran pasar dalam negeri.
Selain itu juga, dukungan Kementerian KUKM dan Hutbun yang menambah areal 12 kabupaten dan lima provinsi. Tiap lokasi/kabupaten dengan total produksi sekira 1.000 ton/tahun serat kasar. "Tentu hal ini menjadi tantangan bagi kita semua, baik dari kelompok tani, pengembang TPT dan pemerintah untuk secara bersama dan terpadu menyukseskan program ini," katanya.
Kerjasama yang baik dengan kelompok tani, menurutnya, sampai saat ini tidak ada masalah, sama-sama diuntungkan dan selalu dicari jalan yang terbaik agar semua yang terlibat bisa menikmati bersama.
Dalam hal ini, Kopserindo menargetkan pada kelompok tani untuk menghasilkan batang basah sebanyak 15-20 ton per hektare per satu kali panen (2 bulan) dengan harga batang basah per kilogram berkisar Rp 165,00-Rp 200,00. "Dengan seleksi kualitas standar, tampaknya pendapatan petani saat ini cukup baik," jelasnya.
Program tersebut ditopang pula dengan adanya Program Mix Farming dengan peternakan seperti sapi, domba, dan itik yang menghasilkan pakan ternak dan pupuk organik dari waste ramie. "Kita semua yang terlibat harus berjiwa besar. Mengingat masalah ini merupakan masalah nasional dan perjuangan untuk menunjang program pemerintah untuk menyukseskan pemberdayaan ekonomi kerakyatan secara nyata, bukan hanya teori belaka," tandas Entjep. (A-68)***
IKLAN


1 comment:

  1. kayaknya ini tulisan 4 tahun yang lalu, ya pa.
    gimana p' perkembangan rami yang dikelola depkop dan Kopserindo, kabar pertumbuhan luasan budidaya - kemampuan peralatan mesin penyerat (apa) sudah direproduksi secara masal, trus kesiapan industri pemintalan untuk mengakses pasokan bahan baku tersebut.......saya mengamati perkembangannya kok belum terlihat. Apalagi dalam era daya saing perdagangan global, kayaknya sektor pemasok pemunuhan sandang ini belum menjadi prioritas untuk dikembangkan (risetnya) kecuali 6 sektor unggulan (ketahan pangan, EBT, transportasi, kesehatan, dan dua sektor lainnya).
    Apakah peran pemenuhan kebutuhan sandang nasional sudah berlebihan atau memang sulit untuk dikembangkan dan tidak memberikan nilai tambah bagi negara atau masyarakat. Dan terbukti semakin hari semakin berkurang juga tenaga kerja...lho buktinya banyak yg demo seperti PT ISN, dan beberapa perusahan seperti di beberapa kota besar mengalami kelesuan.
    Info balik.
    bagaimana pendapat mails tentang dukungan pengembangan kebutuhan pasokan bahan baku sandang apakah rami menjadi perhatian juga. Kalau saya lihat dalam roadmapp industri kayaknya di 2015 ada agendanya, tapi tahapan kajian di risetnya belum tampak. Termasuk dari Balittas malang kayaknya masih adem ayem.
    bagaimana nich mensinirjikan (merajut) potensi nasional: terutama pemrintah (bijakan), investasi+kegiatan riset, swasta menyikapi dan perbankan apa ada penyisipan dana ke arah perguliran, dll. termasuk investasi infrastruktur, dll. wah ribed juga kayaknya.
    mari kita dukung pemunuhan sandang.
    kalau perlu asosiasi perlu lebih mempreser lagi mendorng untuk memperkuat.

    Sayim Dolant (peneliti bidang majamen pengelolaan litbang)
    net_buntu@yahoo.co.id
    08881123054

    ReplyDelete