Selamat Datang di Blog Unifam Strawberry, Jika anda ingin berkonsultasi seputar budi daya stroberi silahkan menghubungi kami. Dengan senang hati akan kami bantu. Trima kasih

Saturday, May 17, 2008

Produksi Stroberi di Lembang Menurun 50 Persen


Produksi Stroberi di Lembang Menurun 50 Persen
Bandung, Kompas - Produksi stroberi di Lembang, Kabupaten Bandung, kini menurun sekitar 50 persen. Selain karena sulitnya memenuhi permintaan pasar, terganggunya produksi buah-buahan ini juga karena cuaca, hama, dan virus. Selain rentan terhadap cuaca, tanaman stroberi juga memerlukan perawatan ekstra agar tetap sehat.
Menurut Febe Claudia, peneliti dan pengelola Sunny Strawberry, iklim tropis Indonesia serta cuaca beberapa bulan terakhir mendukung berkembangnya virus dan hama tanaman. ”Kutu daun dan ulat sering datang bahkan turut menyebarkan virus dari satu tanaman ke tanaman lainnya,” kata Febe.
Menurut dia, virus itu bahkan sudah terkandung di dalam bibit yang buruk. Ia mengatakan, dalam bibit stroberi jenis festival hasil impor dari California, Amerika Serikat, telah mengandung virus yang belum diketahui namanya.
”Hama-hama pengganggu tanaman stroberi sudah menumpuk. Jika tidak ganti tanaman, situasinya akan lebih buruk karena lingkungan yang telah jenuh,” ujar Febe.
Petani konvensional mengalami situasi lebih buruk. Ini karena tanaman biasanya tidak dilindungi dengan plastik ultraviolet sebagai pelindung tanaman. ”Dalam cuaca seperti sekarang, tanaman yang sudah ditutup plastik saja berkurang jumlah buahnya. Apalagi yang tidak, bisa-bisa mati,” tambah Ade, petani stroberi di Desa Ciburial.
Tanaman yang terkena virus, daunnya keriting, layu, atau berwarna coklat kebiruan. ”Jika terkena virus, biasanya tanaman saya bakar agar tidak menular ke tanaman lainnya,” tambah Febe.
”Permintaan dari Semarang dan Yogyakarta bisa mencapai 30 kilogram dalam seminggu, tetapi hanya setengah yang bisa kami penuhi,” tutur Ade. Permintaan itu di luar pengunjung dari luar kota yang datang pada akhir pekan.
Beberapa pengusaha stroberi di Lembang menanam bibit impor dari AS atau Korea. Sedangkan sebagian besar petani di Kampung Ciburial, Cikole, Maribaya, Cisarua, dan Ciwidey menggunakan bibit lokal.
”Untuk buah yang busuk atau cacat dari bibit impor tidak kami jual,” tutur Edy, pemilik Sunny Strawberry.
Stroberi dari bibit impor dijual dengan harga Rp 60.000 per kilogram untuk kelas A (besar), sedangkan kelas B dijual dengan harga Rp 50.000 dan Rp 35.000 untuk kelas C. Sementara buah dari bibit lokal dijual dengan harga Rp 35.000 dan biasanya dicampur antara yang besar dan kecil.
Kedua stroberi dari jenis bibit itu berbeda dalam harga bibit, rasa, warna, kekerasan, serta daya tahan buah. Dibandingkan dengan bibit lokal, buah dari bibit impor memiliki kelebihan dalam beberapa hal tersebut. (d08)

No comments:

Post a Comment